PADANG, ANT - Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menemukan adanya transaksi suap yang terjadi di Sumatera Barat. Dimana kasus tersebut didapatkan dari pengaduan masyarakat yang melaporkan kepada KPK. “Kasus suap yang tejadi di Sumbar ini ada. Dimana data itu kita dapat dari laporan masyarakat yang mendapati terjadinya suap. Namun, untuk data pastinya saya tidak ingat,” jelas Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono, saat melakukan sosialisasi pengendalian gratifikasi terhadap para pejabat lingkungan Pemprov Sumbar, Rabu (21/8).
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa sebenarnya gratifikasi adalah sebuah pemberian dalam arti luas, baik itu berupa barang, uang, komisi, dan fasilitas lainnya yang tidak mempunyai ancaman pidana. “Jika gratifikasi tersebut dilakukan oleh para pejabat negara, barulah gratifikasi itu mempunyai ancaman pidana, jatuhnya ke suap. Melihat rumusan pasal 12 B ayat (1) Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang nomor 20 Tahun 2001,” jelasnya.
Giri Suprapdiono juga mengatakan, sampai saat ini KPK masih terus melakukan pengamatan dan pengawasan lebih dalam terhadap praktek suap yang terjadi Pemprov Sumbar. “Kita terus melakukan pengawasan. Tapi untuk targetnya kita tidak dapat memberitahukan, karena tidak mungkin menangkap maling bilang-bilang,” katanya.
Atas permasalahan tersebut, ia mengatakan, maraknya suap dan gratifikasi di Pemerintahan Indonesia, dipicu oleh kecilnya gaji pegawai. Sehingga dengan pendapatan yang minim, oknum pegawai negara sangat rentan untuk terlibat dalam proses suap, bahkan cenderung menjadikan suap sebagai lahan pendapatan. Memahami persoalan tersebut, lanjutnya, KPK telah mendorong Kementerian Keuangan agar melakukan penambahan gaji pegawai negeri secara berkala.
Ia menilai, komitmen pemberantasan gratifikasi dan suap juga harus dibangun di seluruh lini sampai ke daerah, mengingat pejabat yang tersandung kasus korupsi tidak hanya di pusat, bahkan sampai ke daerah. Berdasar catatan KPK, selama menegakkan pemberantasan korupsi, telah terdapat 4 duta besar, 8 menteri, 9 gubernur, dan 35 bupati/walikota yang dijadikan tersangka.
“Meskipun gaji dari pegawai dinaikkan, itu bukanlah hasil final. Tetap dibutuhkan pengawasan agar suap-menyuap tidak terjadi lagi. Saya yakin, jika gratifikasi dan suap diakhiri, pasti akan meningkatkan perkapita pendapatan,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mengatakan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat masih terus berkomitmen memberantas pungutan, suap dalam pelayanan. Hal tersebut telah direalisasikan dengan cara pemasangan tanda atau spansuk anti korupsi, gratis administrasi, di setiap kantor pelayanan.(*)
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa sebenarnya gratifikasi adalah sebuah pemberian dalam arti luas, baik itu berupa barang, uang, komisi, dan fasilitas lainnya yang tidak mempunyai ancaman pidana. “Jika gratifikasi tersebut dilakukan oleh para pejabat negara, barulah gratifikasi itu mempunyai ancaman pidana, jatuhnya ke suap. Melihat rumusan pasal 12 B ayat (1) Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang nomor 20 Tahun 2001,” jelasnya.
Giri Suprapdiono juga mengatakan, sampai saat ini KPK masih terus melakukan pengamatan dan pengawasan lebih dalam terhadap praktek suap yang terjadi Pemprov Sumbar. “Kita terus melakukan pengawasan. Tapi untuk targetnya kita tidak dapat memberitahukan, karena tidak mungkin menangkap maling bilang-bilang,” katanya.
Atas permasalahan tersebut, ia mengatakan, maraknya suap dan gratifikasi di Pemerintahan Indonesia, dipicu oleh kecilnya gaji pegawai. Sehingga dengan pendapatan yang minim, oknum pegawai negara sangat rentan untuk terlibat dalam proses suap, bahkan cenderung menjadikan suap sebagai lahan pendapatan. Memahami persoalan tersebut, lanjutnya, KPK telah mendorong Kementerian Keuangan agar melakukan penambahan gaji pegawai negeri secara berkala.
Ia menilai, komitmen pemberantasan gratifikasi dan suap juga harus dibangun di seluruh lini sampai ke daerah, mengingat pejabat yang tersandung kasus korupsi tidak hanya di pusat, bahkan sampai ke daerah. Berdasar catatan KPK, selama menegakkan pemberantasan korupsi, telah terdapat 4 duta besar, 8 menteri, 9 gubernur, dan 35 bupati/walikota yang dijadikan tersangka.
“Meskipun gaji dari pegawai dinaikkan, itu bukanlah hasil final. Tetap dibutuhkan pengawasan agar suap-menyuap tidak terjadi lagi. Saya yakin, jika gratifikasi dan suap diakhiri, pasti akan meningkatkan perkapita pendapatan,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mengatakan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat masih terus berkomitmen memberantas pungutan, suap dalam pelayanan. Hal tersebut telah direalisasikan dengan cara pemasangan tanda atau spansuk anti korupsi, gratis administrasi, di setiap kantor pelayanan.(*)
Sumber: Padangtoday